Waris Islam vs Waris Barat |
PENGHITUNGAN WARIS BARAT
Hukum waris menurut sarjana pada
pokoknya adalah peraturan yang mengatur perpindahan kekayaan seorang yang
meninggal dunia kepada satu atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan
yang mengatur tentang akibat-akibat hukum
dari kematian seseorang terhadap harta kekayaan yang berwujud perpindahan
kekayaan si pewaris dan akibat hukum perpindahan tersebut bagi ahli waris, baik
hubungannya antara sesame ahli waris maupun antara mereka dengan pihak ketiga.
Karenanya,
kita baru berbicara tentang masalah pewarisan kalau :
1.
adanya orang yang mati
;
2.
ada harta yang
ditinggalkan ;
3.
ada ahli waris.
v
Aspek
Ahli Waris :
Aspek
ini melihat golongan –golongan orang yang berhak untuk mewaris, khusus menurut
BW ada beberapa golongan yang berhak
untuk mewaris, yaitu :
1.
Golongan
I
: terdiri atas janda/duda dan
anak serta keturunan anak
2.
Golongan
II
: terdiri atas orag tua,
saudara dan keturunan saudara
3.
Golongan
III :
terdiri atas kakek, nenek keatas
4. Golongan
IV :
terdiri atas paman dan bibi dari pihak ayah maupun pihak ibu, keturunan paman
dan bibi sampai derajat ke 6, saudara kakek/nenek dan keturunannya sampai
derajat ke 6.
1.
Golongan I
Anak ke bawah dan istri/suami yang ditinggal mati
(asas perkawinan monogami)
1)
Pembagian sama rata
antara anak dan suami/istri
Pembagian
dalam golongan I ini adalah pembagiannya adalah sama rata untuk masing-masing
ahli waris, yakni untuk istri/suami
serta anak-anak yang ditinggalkan. Apabila anak dari si pewaris yang menjadi
ahli warisnya meninggal dunia maka posisinya dapat digantikan oleh keturunan
anak yang sudah meninggal tersebut jika si anak tersebut sudah memiliki
keturunan. Jika belum memiliki keturunan atau masih single maka yang mendapat
harta nya hanya lah anak dan janda/duda pewaris yang masih hidup.
Contoh : P meninggal dunia dengan
meninggalkan seorang istri (A) dan seorang anak (B). maka Ahli warisnya adalah
A dan B. bagian masing - masing adalah: 1/2
1)
Asas lex Hoc Edictali :
Ada Perkawinan Baru
Apabila pewaris meninggalkan istri/suami ke Dua dan
istri/suami pertama meninggal/bercerai (perkawinan kedua) maka maka berlaku Asas Lex Hac Edictali yang
berisi :
- Bagian istri kedua tidak boleh lebih besar dari pada bagian yang terkecil dari satu orang anak dari perkawinan yang pertama atau keturunan mereka sebagai pengganti anak tadi, jadi boleh sama besar.
- bagian istri/suami kedua tidak boleh lebih dari ¼ bagian atau maksimal adalah ¼ bagian
Contoh
1.
P menikah dengan A dan
memiliki 3 orang anak (B,C,D). karena sakit kemudian A meninggal dunia.
Akhirnya P menikah lagi dengan X dan tidak memiliki anak. Kemudian P meninggal
dunia. Siapakah Ahli waris P. dan berapa bagian masing-masing ahli warisnya?
Ahli
waris P = X, B, C, D
Bagian
masing-masing = 1/4
2.
P menikah dengan A dan
memiliki 2 orang anak (B,C). karena sakit kemudian A meninggal dunia. Akhirnya
P menikah lagi dengan X dan tidak memiliki anak. Kemudian P meninggal dunia.
Buatlah bagannya.Siapakah Ahli waris P. dan berapa bagian masing-masing ahli warisnya?
Ahli
waris P = X, B, C
Bagian
masing-masing =
X
=1/4
B
= 3/8
C
= 3/8
Hal : yang perlu
diperhatikan sebelum pembagian harta warisan
1.
Tanggal Perkawinan
a. - Setelah UUP
Suami
istri menggunakan:
- Tidak
ada perjanjian, maka rumusnya
½ Harta Gono-gini + Harta asal (pewaris)
- Ada
perjanjian, maka rumusnya
½ (harta asal istri + Harta asal suami + harta
gono-gini)
b. Sebelum
UUP:
- Tidak
ada perjanjian
½ (harta asal istri + Harta asal suami + harta gono
gini)
- Ada
Perjanjian
½ Harta Gono-Gini + Harta asal (pewaris)
2.
Golongan II
1. Orang
tua : minimal ¼ = harta yang diperoleh
2. Saudara yang
sedarah sisanya
Maksud dari saudara yang sedarah adalah
a. saudara
yang satu bapak beda ibu
b. saudara
yang satu bapak dan satu ibu
c. sudara
yang satu ibu beda bapak
3. Golongan III
Sesudah golongan I dan II tiada lagi, maka muncullah ahli waris
golongan III, yang terdiri dari sekalian kelurga sedarah dalam garis lurus
keatas, baik dari keluarga ayah maupun ibu. Dalam pewarisan ini berlaku sistem
kloving. Arti kloving adalah bahwa
tiap-tiap bagian (garis), pewarisan dibagi seakan-akan merupakan satu kesatuan yang
berdiri sendiri.
Keterangan Langkah-langkahnya:
- Ahli Waris golongan III
= Kakek, Nenek, garis lurus ke atas
- Tidak ada asas penggantian tempat ( keatas ) karena kwalitet tetapi asas penggantian tempat ke bawah
- Kloving
Langkah-langkah
1.
Di KLOVING
2.
AW garis Bapak = I AW Garis Ibu =
C,D
Seandainya
D mati maka hanya C (karena
tidak
ada asas penggantian tempat)
4. Golongan
IV
Pasal
858 ayat 1 BW mengatakan bahwa dalam hal tidak ada saudara (golongan
II ) dan sanak saudara dalam satu garis lurus keatas (golongan III) maka ½
bagian warisan (kloving) menjadi bagian sekalian keluarga sedarah dalam garis
lurus keatas yang masih hidup (kelompok ahli waris garis lurus ke satu),
sedangkan ½ bagian lainnya kecuali dalam hal
bahwa pewaris dalam meninggal tidak meninggalkan Golongan I, Golongan II, Golongan
III menjadi bagian dari sanak
saudara dalam garis yang lain.
Sanak
saudara dalam garis yang lain maksudnya adalah para paman dan bibi dan sekalian
keturunan dari paman dan bibi yang telah meninggal lebih dahulu dari pewaris.
AW:
Paman, bibi, keturunan Paman & bibi sampai derajat ke 6 saudara kakek nenek keturunan saudara kakek, nenek sampai derajat ke 6
PENGHITUNGAN WARIS ISLAM
A. KETENTUAN BAGIAN DZAWUL FURUDL
1.
Ketentuan Bagian Ayah
Ketentuan bagian ayah ada 3 macam.
1.
Mendapatkan 1/6 apabila bersama-sama
dengan anak laki- laki atau cucu laki-laki dari anak laki-laki.
2.
Mendapat 1/6 dan ashabah : apabila
bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
3.
Menjadi ashabah, apabila tidak ada anak
atau cucu dari anak laki-laki.
Ketentuan ayat Al Quran yang mengaturnya adalah
Surat An Nisa’ ayat 11.
Contoh dari ketentuan no : 2 sebagai berikut :
a) asal
masalah = 6
1
anak perempuan (1/2) = 3
Ayah (1/6) + ashabah
= 1 + 2 = 3
J u mlah = 6
b) Asal masalah =
6
2
anak perempuan (2/3) = 4
Ayah
1/6 + ashabah =
1 + 1 = 2
J
u m l a h = 6
2.
Ketentuan Bagian Ibu.
Ketentuannya adalah tiga macam.
1) Mendapat
1/6 apabila bersama-sama dengan anak atau cucu dari anak laki-laki atau dua
orang saudara baik seibu seayah, atau seayah, ataupun seibu saja atau lebih.
2) 1/3
(sepertiga) apabila tidak ada anak, cucu dari anak laki-laki, ataupun dua orang
( lebih ) saudara seperti tersebut di atas.
3) Mendapatkan
sepertiga ketinggalan, (1/3 ketinggalan) apabila bersama-sama dengan ayah
beserta suami atau isteri
Ketentuan ayat Al Quran yang mengaturnya adalah
Surat An Nisa’ ayat 11.
Contoh Ketentuan no : 1
Asal masalah =
6
Ibu ( 1/6 ) =
1
2 Saudara perempuan
seibu – seayah (2/3)= 4
Paman (ashabah) = 1
J u m l a h = 6
Contoh Ketentuan no : 3
Asal masalah =
6
Suami ( ½ ) =
3
Ibu ( 1/3 ) ketinggalan = 1
Ayah ( ashabah ) =
2
J u m l a h = 6
3.
Ketentuan Bagian Kakek
Kakek (ayah dari ayah)
ketentuannya sama dengan ketentuan-ketentuan ayah, dalam hal si ayah tidak ada,
karena ia mahjub oleh ayah.
Dengan sendirinya
sebagai Dzul Faraa’idh, maka kakek akan mendapat bagian harta warisan sebesar:
1. Mendapakan
1/6 apabila pewaris tidak meninggalkan anak atau cucu dan bersamanya ada ayah
dari pewaris;
2. mendapatkan
1/6 bagian dan sebagai ashabah pewaris apabila bersama dengan anak atau cucu
perempuan dan tidak disertai oleh ayah
3. akan
menjadi ashabah apabila pewaris tidak meninggalkan keturunan sama sekali dengan
mendapatkan sisa
4.
Ketentuan Bagian Suami
Ketentuan Bagian Suami
ada dua macam.
1. Mendapatkan
¼ apabila bersama-sama dengan anak atau cucu dari anak laki-laki.
2. Mendapatkan
½ apabila tidak ada anak atau cucu dari anak laki-laki.
Bagian suami ini diatur
dalam Surat An Nisa’ ayat 12.
5.
Ketentuan Bagian Isteri.
Ketentuan bagian isteri adalah 2
(dua) macam.
1.
Mendapat 1/8 apabila bersama-sama dengan
anak atau cucu dari anak laki-laki.
2.
Mendapat ¼ apabila tiada anak atau cucu
dari anak laki-laki.
Dua ketentuan tersebut sesuai
dengan Surat An Nisa’ ayat 12
6.
Ketentuan Bagian Anak Perempuan
Ketentuan bagiannya ada
3 macam.
1. Mendapat
½ kalau hanya seorang dan tidak ada anak laki-laki.
2. Mendapat
2/3 bagian, kalau dua orang anak perempuan atau lebih serta tidak ada anak
laki-laki.
3. Tertarik
menjadi ashabah bila terdapat anak laki-laki, tentang bagiannya, anak laki-laki
dua lipat dari anak perempuan.
Contoh ketentuan no : 2
Asal masalah =
6 ditash-hih = 18
3 anak perempuan (2/3) = 4 x 3 =
12
Ayah (1/6 + ashabah) = 2 x 3
= 6
J u m l a h =
18
Contoh ketentuan no : 3
Asal masalah =
6 ditash-hih = 18
Anak perempuan + anak
laki-laki (ashabah) = 5 = 15
Ayah ( 1/6 )
= 1 = 3
J um l a h = 18
Jadi 1 anak laki-laki
= 10
1 anak
perempuan = 5
7.
Ketentuan bagian cucu perempuan dari
anak laki-laki.
Ketentuan
bagiannya ada lima macam.
1. Mendapat
1/2 , kalau hanya seorang dan tidak ada anak, lagi tidak ada waris yang menarik
menjadikan ashabah kepadanya (lihat nomor : 4).
2. Mendapat
2/3, kalau dua orang atau lebih dan tidak ada anak, lagi tidak ada waris yang
menarik menjadikan ashabah kepadanya.
3. Mendapat
1/6 jika seorang atau lebih jika bersama-sama dengan seorang anak perempuan
(yakni untuk menyempurnakan bagian 2/3).
4. Tertarik
menjadi ashabah oleh cucu laki-laki dari anak laki-laki yang bersamaan
tingkatannya (sama halnya cucu laki-laki tersebut saudaranya sendiri atau anak
pamannya, lagi telah mempunyai bagian tertentu atau tidak mempunyai).
Dan juga tertarik
menjadi ashabah oleh cucu laki-laki dari jurusan anak laki-laki yang lebih
bawah tingkatannya (cucu buyut) apabila tidak mempunyai bagian.
5. Mahjub
(terhalang) oleh :
a. Anak
laki-laki;
b. Dua
anak perempuan atau lebih jika tidak ada yang menarik ashabah kepadanya seperti
nomor 4 tersebut.
Contoh
ketentuan no : 3
Asal
masalah =
6 ditash-hih = 30
5
cucu perempuan ( 1/6 ) =
1 = 5
1
anak perempuan ( 1/2 ) =
3 = 15
Ibu
( 1/6 ) =
1 = 5
Paman
( ashabah ) =
1 = 5
J u m l a h =
6 ditash-hih = 30
Contoh
ketentuan no : 4
Asal
masalah =
12 ditash-hih = 36
Cucu
perempuan + cucu laki-laki (ashabah)= 7 =
21
Ayah
( 1/6 ) =
2 = 6
Suami
( 1/4 ) =
3 = 9
J u m l a h = 12 = 36
8.
Ketentuan bagian Saudara perempuan seibu
– seayah.
Ketentuan bagiannya ada
5 macam.
1. Mendapat
½, hanya seorang apabila tidak ada anak, cucu dan ayah serta tidak ada ahli
waris yang menarik menjadi ashabah kepadanya ( seperti no : 3 dan 4 di bawah).
2. Mendapat
2/3, dua orang atau lebih, dengan tiada anak, cucu dan ayah serta tidak ada
yang menarik menjadikan ashabah kepadanya.
3. Tertarik
menjadi ashabah oleh saudara laki-laki seibu seayah atau oleh kakek (disebut
ashabah bilghair).
4. Menjadi
ashabah karena yang lain (ashabah ma’al ghair) yaitu untuk seorang atau lebih
karena bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak
laki-laki.
5. Mahjub
terhalang oleh :
a. Ayah,
b. Anak
laki-laki tau cucu laki-laki dari anak laki-laki.
Contoh
ketentuan no : 2
Asal
masalah =
6
2
saudara perempuan seibu-seayah(2/3) =
4 jadi seorang = 2
Seibu
(1/6) =
1
Paman
(ashabah) =
1
J u m l a h = 6
Contoh
ketentuan nomor 3
Asal
masalah =
4
Saudara
seibu - seayah + saudara laki-laki seibu - seayah
(ashabah) =
3
Isteri
(1/4) =
1
J
u m l a h = 4
Jadi
: saudara perempuan seibu – seayah = 1, sedang saudara laki-laki mendapat =
2 jumlah = 3.
Contoh
ketentuan no : 4 ( ashabah ma’al ghair ).
Asal
masalah =
6
2
saudara perempuan seibu – seayah (ashabah
M’al
ghair) =
2
Anak
perempuan ( ½ ) =
3
Ibu
( 1/6 ) =
1
J
u m l a h = 6
Jadi
setiap saudara perempuan = 1
9.
Ketentuan Bagian Saudara perempuan
seayah.
Ketentuan bagiannya ada 6 macam
yaitu.
1. Mendapatkan
1/2 , hanya seorang ketika tidak ada anak, cucu, saudara, seibu, - seayah, dan
ayah, demikian pula tidak ada yang menarik menjadi ashabah kepadanya.
2. Mandapatkan
2/3, dua orang atau lebih dengan syarat sebgaimana no : 1 tersebut.
3. Tertarik
menjadi ashabah oleh saudara laki-laki seayah atau nenek laki-laki.
4. Mendapatkan
1/6, seorang atau lebih ketika bersama-sama dengan seorang saudara perempuan
seibu – seayah, ( yaitu untuk menyempurnakan bagian 2/3).
5. Menjadi
ashabah ma’al ghair, yaitu seorang atau lebih, karena bersama-sama dengan anak
perempuan atau cucu perempuan.
6. Mahjub
( terhalang ) oleh :
a. Ayah.
b. Anak
laki-laki atau cucu laki-laki.
c. Dua
orang (atau lebih) saudara perempuan seibu seayah bila tidak ada yang menarik
ashabah kepadanya.
d. Seorang
saudara perempuan seibu seayah ketika bersama-sama anak perempuan atau cucu
perempuan.
e. Oleh
saudara laki-laki seibu seayah.
Contoh ketentuan
no : 3
Asal masalah =
4
Saudara
perempuan seayah + saudara laki-laki seayah (ashabah) = 3
Isteri ( ¼) =
1
J u m l a h =
4
Contoh ketentuan
no : 4
Asal masalah =
6-1 = 5 ditash-hih 18-3 =15
3 Sdr.perm
seayah (1/6) = 1 = 3
Sdr.perm.seibu
seayah (1/2) = 3 = 9
Ibu (1/6) =
1 =
3
J u m l a h = 5 = 15
Keterangan : asal masalah tersebut
adalah rad, karena tidak ada suami/isteri cukup asal masalah 6 dirubah 5. Dan
tiap orang Saudara perempuan seayah mendapatkan = 1.
Contoh ketentuan no : 5
Asal masalah = 4
Saudara perempuan seayah/ashabah = 1
Anak perempuan ( ½) =
2
Suami (1/4) = 1
J
u m l a h =
4
10. Ketentuan
Bagian Saudara seibu laki-laki atau perempuan.
Saudara seibu baik laki-laki
ataupun perempuan ketentuan bagiannya ada 3 macam :
1. Mendapat
1/6, hanya seorang ketika tidak ada ayah, nenek laki-laki lagi tidak ada anak
atau cucu dari anak laki-laki.
2. Mendapatkan
1/3, dua orang atau lebih ketika tidak ada ayah seterusnya seperti tersebut
pada no : 1.
3. Mahjub
(terhalang) oleh :
a. Ayah
b. Kakek
c. Anak
d. Cucu
dari anak laki-laki.
Contoh
ketentuan no : 2
Asal
masalah =
6
Saudara
perempuan seibu + saudara laki-laki
Seibu
( 1/3 ) =
2
Ibu
( 1/6 ) =
1
Saudara
laki- laki seayah (ashabah) =
3
J u m l
a h =
6
Ahli
waris dzawul furudl tersebut kalau digolongkan menurut ketentuan bagiannya,
maka dapat digolongkan menjadi enam :
a. Yang
mendapat bagian ½ (separuh)
b. Yang
mendpat bagian ¼ (seperempat)
c. Yang
mendapat bagian 1/8 (seperdelapan)
d. Yang
mendapat bagian 2/3 (dua per tiga)
e. Yang
mendapat bagian 1/3 ( sepertiga )
f. Yang
mendapat bagian 1/6 (seperenam)
B.
A S H
A B A H
Ashabah artinya menghabisi harta.
Menurut pengertian faraidl ialah orang yang boleh mengambil harta pusaka
seluruhnya bila ia hanya sendirian saja, dan yang boleh mengambil kelebihan
atau sisa harta warisan, bila bagian orang-orang yang mempunyai bagian telah
mengambil bagiannya.
1.
Ashabah itu dapat dibagi tiga macam :
a. ‘ashabah
bi nafsih (dengan sendirinya)
Artinya ashabahnya itu
bukan karena tertarik oleh waris yang lain atau disebabkan adanya waris yang
lain, tetapi asalnya sudah menjadi waris ashabah. Mereka ini sejumlah sembilan
belas orang.
b. ‘ashabah
bil ghair
Yaitu waris ashabah
yang ashabahnya itu karena tertarik oleh waris ashabah yang lain. Misalnya
ashabahnya anak perempuan, cucu perempuan, saudara perempuan, mereka menjadi
ashabah karena tertarik oleh anak laki-laki, cucu laki-laki, dan saudara
laki-laki, yang mereka (orang wanita tersebut), pada asal mulanya termasuk
golongan ahli waris dzawul furudl.
c. ‘ashabah
ma’al ghair
Yaitu waris ashabah,
yang ashabahnya itu karena bersama-sama dengan waris dzawul furudl yang lain,
misalnya saudara perempuan dapat menjadi ashabah karena bersama-sama dengan
anak perempuan atau cucu perempuan, sebagaimana dijelaskan dalam pasal yang
telah lalu.
2.
Waris ashabah bi nafsih
Yang termasuk waris ashabah yaitu :
1. Ayah,
ketika tidak terdapat anak, sebagaimana tersebut dalam (ketentuan 1 no : 3) di
atas.
2. Kakek
(ayahnya ayah), demikian seterusnya ke atas berturut-turut dari jurusan
laki-laki ketika tidak ada anak dan ayah.
3. Anak
laki-laki.
4. Cucu
laki-laki dari anak laki-laki demikian seterusnya ke bawah berturut-turut dari
jurusan laki-laki.
5. Saudara
laki-laki seibu – seayah.
6. Saudara
laki-laki seayah.
7. Kemenakan
laki-laki (anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu – seayah).
8. Kemenakan
laki-laki (anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah).
Nomor : 7 dan 8 dan
seterusnya ke bawah berturut-turut yang keluar dari jurusan laki-laki.
9. Paman
( Saudara ayah yang seibu – seayah ).
10. Paman
( Saudara ayah yang seayah ).
11. Saudara
laki-laki sepupu (anak paman seibu seayah = anak no : 9 di atas).
12. Saudara
laki-laki sepupu (anak paman seayah).
13. Anak
keturunan dari saudara sepupu dua golongan tersebut di atas (seibu – seayah
atau seayah sebagaimana tersebut no : 11 dan 12 ) yang laki-laki dari jurusan
laki-laki.
14. Kakek
Wredah (saudara laki-laki kakek yang seibu – seayah dengan kakek).
15. Kakek
Wredah (saudara laki-laki kakek yang seayah dengan kakek).
16. Anak
keturunan kakek Wredah dua golongan tersebut di atas (no : 14 dan no : 15) yang
laki dan dari jurusan laki-laki.
17. Kakek
laki-laki buyut wredah (saudara kakek buyut yang seibu – seayah dan yang
seayah, serta anak keturunannya yang laki-laki dari jurusan laki-laki.
18. Orang
yang memerdekakan si mati tersebut.
19. Baitul
Maal.
3.
Ketentuan-ketentuan waris ashabah.
a. Anak
laki-laki.
Ketentuannya adalah dua
macam :
1. Tidak
ada seorangpun menghalang-halangi kepadanya.
2. Dapat
menarik menjadi ashabah kepada anak perempuan (saudaranya) dan bagaimana anak
laki-laki dua kali lipat bagian anak perempuan.
Contoh ketentuan no : 2
Asal masalah = 24
Kakek (1/6) = 4
Isteri (1/8) = 3
5 anak laki-laki + 7
anak
Perempuan (ashabah) = 17-10 bagian untuk laki-laki. 7 untuk
perempuan.
J u m l a h = 24
b. Cucu
laki-laki dari anak laki-laki.
Ketentuannya ada 4
macam :
1. Tidak
dapat menarik menjadikan ashabah kepada anak perempuan.
2. Dapat
menarik menjadikan ashabah kepada cucu perempuan dari anak laki-laki
(saudaranya sendiri atau saudara sepupu), sedang bagiannya yang cucu laki-laki
dua kali cucu perempuan.
3. Cucu
laki-laki yang lebih bawah tingkatannya (piyut) dapat menarik menjadikan
ashabah kepada cucu perempuan yang lebih atas tingkatannya, apabila cucu
perempuan tersebut tidak mendapatkan bagian sesuatu.
4. Cucu
laki-laki mahjub oleh anak laki-laki, demikian pula cucu laki-laki yang lebih
rendah tingkatannya mahjub dengan cucu laki-laki yang lebih tinggi /atas
tingkatannya.
Contoh ketentuan no : 3
Asal masalah 6 → = 18
Piyut laki-laki + cucu
perempuan
(ashabah) 1 = 3
Ibu ( 1/6) 1 = 3
2 anak perempuan (2/3) 4 = 12
J u m l a h 6
= 18
Jadi piyut laki-laki mendapatkan 2
: cucu perempuan = 1, dengan asal masalah = 18.
c. Saudara
laki-laki seibu – seayah.
Ketentuannya ada dua macam :
1. Dapat
menarik menjadikan ashabah saudara perempuan seibu seayah. Tentang bagiannya
yang laki-laki dua kali yang perempuan.
2. Mahjub
oleh :
a. Anak
laki-laki.
b. Cucu
laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya kebawah yang keluar dari jurusan
laki-laki.
c. Oleh
ayah.
Contoh
ketentuan no : 1
Asal
masalah =
6 → = 18
Sdr.lk.seibu
seayah + sdr.
Prm.seibu
seayah (ashabah) = 2 = 6 yang laki-laki. 4 bag. Yg prm.=2
Suami
(1/2) =
3 = 9
Ibu
(1/6) =
1 = 3
J u m l a h = 6 = 18
d. Saudara
laki-laki seayah.
Ketentuannya adalah dua
macam:
1. Dapat
menarik menjadikan ashabah kepada saudara perempuan seayah, yang laki-laki dua
kali bagian perempuan.
2. Mahjub
oleh :
a. Anak
laki-laki
b. Cucu
laki-laki dari anak laki-laki ke bawah yang dari jurusan laki-laki
c. Ayah
d. Saudara
laki-laki seibu seayah
e. Saudara
perempuan seibu seayah ketika menjadi ashabah (yaitu ketika bersama-sama dengan
anak permpuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki seterusnya kebawah yang
keluar / lahir dari jurusan laki-laki.
Contoh dari ketentuan no : 1
Asal masalah :
6 = 18
Sdr. Laki-laki seayah + sdr.
Perempuan seayah. (ashabah) : 2 = 6
Sdr.prm.seibu seayah (1/2) : 3 =
9
Ibu (1/6) :
1 = 3
J u m l a h :
6 = 18
Saudara laki-laki seayah = 4, dan saudara perempuan
seayah mendapatkan = 2.
Saudara
laki-laki seibu, tidak termasuk golongan waris ashabah, akan tetapi termasuk
golongan waris dzawul furudl.
e. Kemenakan
laki-laki (anak dari saudara laki-laki seibu seayah).
Ketentuannya
adalah dua macam :
1. Tidak
dapat menarik menjadikan ashabah kepada ahli waris yang lain.
2. Mahjub
oleh orang-orang yang akan dijelaskan pada sub Bab Hijab.
Contoh ketentuan
tersebut :
Asal masalah =
6
Ibu (1/3) =
2
Suami (1/2) =
3
Kemenakan
laki-laki seibu seayah (asabah) =
1
Kemenakan
perempuan seibu seayah
(dzawul arham) =
0
J u m l a h =
6
f. Kemenakan
laki-laki (anak saudara laki-laki seayah dan anak keturunannya yang laki-laki
dari jurusan laki-laki).
Kemenakan
laki-laki (anak saudara laki-laki seayah) ketentuannya sama dengan kemenakan
laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu seayah, hanya saja keadaanya
terhalang oleh kemenakan dari saudara laki-laki seibu seayah tersebut.
Adapaun
anak laki-laki dari keturunan kedua golongan tersebut di atas (kemenakan
laki-laki dari saudara seibu seayah, dapat disebut saja dengan golongan I, dan
yang seayah, golongan II. Apabila bersama tingkatannya, maka golongan II mahjub
oleh golongan ke I.
Akan
tetapi kalau berlainan tingkatannya, maka golongan II umpamanya lebih dekat
dengan si mati, maka golongan I yang jauh tingkatannya juga mahjub oleh
golongan II yang dekat dengan si mati tersebut.
g.
Paman (saudara ayah laki-laki yang seibu
seayah/kakak atau adik ayah).
Ketentuannya ada
dua macam :
1. Tidak
dapat menarik menjadikan ashabah kepada ahli waris lainnya.
2. Mahjub
oleh ahli waris yang menghalang-halangi kemenakan laki-laki, dan juga terhalang
oleh kemenakan tersebut.
Tentang hijab
ini akan di jelaskan lebih lanjut.
h. Paman,
saudara laki-laki ayah yang seayah/kakak atau adiknya.
Ketentuannya adalah sama dengan paman yang
seibu seayah dengan ayah, hanya saja paman yang seayah dengan ayah mahjub oleh
paman yang seibu seayah dengan ayah.
i.
Saudara laki-laki sepupu (anak paman
seibu seayah = paman no : g tersebut).
1. Tidak
dapat menjadikan ashabah kepada waris yang lain.
2. Mahjub
dengan orang yang menghalangi paman dan paman itu sendiri.
j.
Saudara laki-laki sepupu (anak paman
seayah = paman no : h tersebut).
Ketentuannya adalah sama dengan saudara sepupu no :
i tersebut, hanya saja keadaannya terhalang oleh saudara sepupu no : i itu
sendiri.
Adapun anak teturunan paman golongan I (seibu
seayah) menghalangi golongan kedua, kalau sama-sama tingkatannya/sama dekatnya
dengan si mati. Kalau golongan II (seayah) itu tingkatannya tidak sama
umpamanya lebih dekat dengan si mati, maka dengan sendirinya golongan II ini
menghalangi golongan I, karena jaraknya lebih jauh dari si mati.
C.
H
I J A B
1. Macam-macam
hijab.
Hijab artinya dinding. Menurut istilah faraidl ialah halangan
kepada bagian ahli waris untuk mendapatkan warisan/bagian, karena terdinding
oleh waris yang lain.
Hijab ini dapat dibagi
menjadi dua golongan yaitu:
1. Hijab
nuqshan, yaitu tabir/dinding (halangan) yang dapat mengurangi bagian ahli waris
yang telah tertentu.
Misalnya suami kalau
tidak ada anak akan mendapatkan ½, tetapi bila ada anak akan menjadi ¼. Isteri
kalau tidak ada anak akan mendapatkan ¼ , tetapi kalau ada anak ia mendapatkan
1/8. Ibu semestinya mendapatkan 1/3, tetapi kalau ada anak ia mendapatkan 1/6.
Ayah mestinya menjadi waris ashabah, tetapi kalau ada anak laki-laki, kemudian
ayah tersebut mengambil furudlnya (bagiannya) sebanyak 1/6.
2. Hijab
hirman bil washfi. Yaitu tabir (halangan) yang dapat menghalang-halangi ahli
waris untuk menerima bagiannya. Hijab hirman ini dapat dibagi menjadi dua yaitu
:
a. Hijab
Hirman bil Washfi. Yaitu yang menghalang-hlanagi ahli waris karena adanya suatu
sebab umpamanya karena membunuh, perbedaan agama.
b. Hijab
hirman bisy syakhshi, yaitu yang menghalang-halangi ahli waris untuk menerima
bagian karena adanya ahli waris yang lain. Umpamanya Cucu atau saudara si mati
tidak dapat menerima warisan kalau si mati tersebut mempunyai anak laki-laki.
Demikian seterusnya.
2. Mahjub
(ahli waris yang terhalang).
Hijab hirman bisy syakhshi itu tidak akan mengenai kepada
lima orang, melainkan kepada orang-orang selain lima ini yakni :
a. Ayah
b. Anak
laki-laki
c. Anak
perempuan
d. Suami
atau isteri
e. Ibu
Orang-orang
yang terkena hijab hirman bisy syakhshi sebagaimana daftar berikut :
DAFTAR
HIJAB
No
|
Orang
yang mahjub (terdinding dan tak mendapat warisan)
|
Terdinding
oleh :
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
|
Kakek
Nenek
(perempuan)
Cucu
dan seterusnya ke bawah
Saudara
laki-laki seibu seayah
Saudara
perempuan seibu seayah
Saudara
laki-laki seayah
Saudara
perempuan seayah
Saudara
laki-laki seibu
Anak
laki-laki dari saudara laki-laki seibu seayah
Anak
laki-laki dari saudara laki-laki seayah
Paman
(saudara laki-laki ayah) yang seibu seayah dengan ayah
Paman
( saudara laki-laki ayah) yang seayah dengan ayah
Anak
laki-laki dari paman yang tercantum pada no.11 di atas
Anak
laki-laki dari paman yang tercantum pada no.12 di atas
|
Ayah
Ibu
Anak laki-laki
1.
Ayah
2.
Anak laki-laki
3.
Cucu laki-laki (dari anak laki-laki).
1.
Ayah
2.
Anak laki-laki
3.
Cucu laki-laki (dari anak laki-laki)
1.
Ayah
2.
Anak laki-laki
3.
Cucu laki-laki dari anak laki-laki
4.
Saudara laki-laki/perempuan seibu
seayah
1.
Ayah
2.
Anak laki-laki
3.
Cucu laki-laki (dari anak laki-laki)
4.
Saudara laki-laki/perempuan seibu
seayah
1. Ayah
2. Anak
laki-laki
3. Cucu
laki-laki (dari anak laki-laki)
4.
Anak perempuan
5. Anak
perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan dari anak laki-laki)
1. Ayah
2. Anak
laki-laki
3. Cucu
laki-laki (dari anak laki-laki)
4. Kakek
5. Saudara
laki-laki seibu seayah
6. Saudara
laki-laki seayah
7. Saudara
perempuan seibu seayah
8. Saudara
perempuan seayah
1. Terdinding
oleh 8 macam orang tersebut diatas, ditambah dengan:
2. Anak
laki-laki dari saudara laki-laki seibu seayah
1. Terdinding
oleh 9 (Sembilan) orang tersebut di atas, ditambah dengan :
2. Anak
laki-laki dari saudara laki-laki seayah
1. Terdinding
oleh 10 (sepuluh orang tersebut di atas, ditambah dengan :
2. Paman
(saudara laki-laki ayah) yang seibu seayah dengan ayah
1. Terdinding
oleh 11 (sebelas) orang tersebut di atas, ditambah dengan :
2. Paman
yang seayah
1. Terdinding
oleh 12 (dua belas) orang tersebut di atas, ditambah dengan :
2. Anak
laki-laki dari Paman yang seibu seayah dengan ayah.
|
Ketentuan
tentang hijab tersebut di atas juga dapat dilihat pada ketentuan-ketentuan
bagian ahli waris dzawul furudl dan ashabah, pada Bab yang telah tersebut di
atas.
Wah lengkap banget penjelasannya
ReplyDeleteWah super lengkap... cocok jadi referensi untuk ahli waris saya.
ReplyDeletelengkap banget, makasih mas. kebetulan saya mau bagi waris akhir tahun ini.
ReplyDeleteRibet banget bro itunganya tapi mungkin aja bermanfaat untuk yang lain (y)
ReplyDeleteemang mesti ahlinya kalo yg bagi bagi waris, banyak banget ketentuannya
ReplyDeletelengkap banget, cocok untuk dijadikan referensi hidup berkeluarga
ReplyDeleteanjaay keren banget artikelnya. penting banget nih
ReplyDeleteoo gitu ya.. jadi ngerti ane gan..
ReplyDeleteWah lengkap sampai ke bawah
ReplyDelete