Rangkuman Penting Hukum Laut Internasional Dan NKRI Harga Mati



Rangkuman Penting Hukum Laut Internasional Dan NKRI Harga Mati

Hukum Laut Internasional NKRI Harga Mati


Ketika kita berbicara mengenai perbatasan laut antar negara pastilah sangat erat kaitannya dengan masalah kedaulatan suatu negara apalagi negara yang terdiri dari beribu ribu pulau seperti negara kesatuan republik indonesia, yang masalah kedaulatan wilayah laut merupakan harga mati yang mana tidah boleh satupun negara yang mengusik keberadaan wilayah laut NKRI, maka dari itu saya disini sebagai penulis akan sedikit menjelaskan perilah mengenai dasar – dasar dan ketentuan – ketentuan hukum laut internasional, karena dalam hukum laut internasional sudah dijelaskan mengenai batas – batas dan garis – garis yang sudah ditentukan perihal wilayah – wilayah yang menjadi kedaulatan pada suatu negara kepulauan yang dikelilingi dengan perairan laut.

Rangkuman Penting Hukum Laut Internasional Dan NKRI Harga Mati

 

Senggol Perbatasan Laut Indonesia Lewati Dulu Kapal Perang RI

 

A. Garis Pangkal
            Garis pangkal merupakan titik” air terendah yang penetapanya disesuaikan dengan cara penarikan garis” pangkal tersebut.
1. Garis pangkal biasa yaitu garis air terendah sepanjang pantai pada waktu air sedang surut, yang mengikuti liku/morfologi pantai pada mulut sungai teluk yang lebar mulutnya tidak lebih dari 24 mil dan pelabuhan garis air terendah tersebut dapatditarik sebagai suatu garis lurus.
syaratnya:
- mulut sungai
-teluk yang lebar tidak lebih mulutnya dari 24 mil
-pelabuhan
2. Garis pangkal lurus yaitu garis air terendah yang menghunungkan titik” pangkal berupa titik terluar dari pantai gugusan pulau didepannya
syaaratnya dari negara:
- garis pantai yang menikung jauh kedalam
- ada daratan /gugusan pula yang ada didekatnya
- ada delta
- kondisi alam lainnya yang menyebabkan garis pantai tidak tetap
- adanya kepentingan ekonomi khusus bagi negara tersebut


Garis pangkal lurus :
- tidak boleh menyimpang terlalu jauh dari umum suatu pantai
- tidak boleh ditarik dari evaluasi surut.
3. Garis pangkal lurus kepulauan yaitu garis” air terendah yang menghubungkan titik” terluar pada pulau /karang kering yang terluar dari wilayah negara tersebut.
syaratnya:
- harus meliputi pulau utama suatu negara
- perbandingan luas /wilayah air/daratan harus berkisar 1 banding 1 sampai 1 banding 4

B.  Perairan Pedalaman
            Dalam pasal 8 ayat (1)  United Nations Conventions on the Law of the Sea  (UNCLOS 1982) disebutkan bahwa yang dinamakan Perairan Pedalaman adalah perairan pada sisi darat garis pangkal laut teritorial. Pasal tersebut selengkapnya berbunyi, “perairan pada sisi darat garis pangkal laut territorial merupakan bagian perairan pedalaman negara tersebut”. Sedangkan dalam pasal 3 (4) UU No. 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia disebutkan bahwa, “Perairan Pedalaman Indonesia adalah semua perairan yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah dari pantai-pantai Indonesia, termasuk kedalamnya semua bagian  dari perairan yang terletak pada sisi darat dari suatu garis penutup sebagaimana dimaksud dalam pasal 7. Perairan Pedalaman Indonesia terdiri atas: laut pedalaman, dan perairan darat.
            Selanjutnya, laut pedalaman menurut pengertian undang-undang ini adalah  bagian laut yang terletak pada sisi darat dari garis penutup, pada sisi laut dan gari air rendah. Sedangkan Perairan Darat adalah segala perairan yang terletak pada sisa darat dari garis air rendah, kecuali pada mulut sungai perairan darat adalah segala perairan yang terletak pada sisi darat dari garis penutup mulut sungai.
Perincian dari Perairan Indonesia berdasarkan ketentuan-ketentuan dari UU No. 4/Prp tahun 1960 (sekarang UU No. 6 Tahun 1996),hukum
laut secara tradisional mengadakan pembagian laut atas laut lepas, laut wilayah dan perairan pedalaman. Di  laut lepas, terdapat rezim kebebasan berlayar bagi semua kapal, dilaut wilayah berlaku rezim lintas damai bagi kapal-kapal asing dan diperairan pedalaman hak lintas damai ini tidak ada. Sedangkan bagi Indonesia, karena adanya bagian-bagian laut lepas atau laut wilayah yang menjadi laut pedalaman karena penarikan garis dasar lurus dari ujung ke ujung, pembagian perairan Indonesai agak sedikit berbeda dengan negara-negara lain. Sesuai dengan UU No. 4 /Perp Tahun 1960 tersebut, perairan Indonesia terdiri dari laut wilayah dan perairan Pedalaman. Perairan pedalaman ini dibagi pula atas laut pedalaman dan perairan daratan.
Mengenai hak lintas damai di  laut wilayah, tidak ada persoalan karena telah merupakan suatu ketentuan yang telah diterima dan dijamin oleh hukum internasional. Dilaut wilayah perairan Indonesia, kapal semua negara baik berpantai atau tidak berpantai, menikmati hak lintas damai melalui laut teritorial (pasal 17 konvensi). Selanjutnya, Indonesia membedakan perairan pedalaman (perairan kepulauan atas dua golongan), yaitu:
1.  Perairan pedalaman yang sebelum berlakunya Undang-Undang No. 4/Prp Tahun 1960 merupakan laut wilayah atau laut bebas. Perairan
pedalaman ini disebut laut pedalaman atau internal seas.
2.  Perairan pedalaman yang sebelum berlakunya UU No. 4/Prp Tahun 1960 ini merupakan laut pedalaman yang dahulu, selanjutnya dinamakan perairan daratan atau coastal waters.
            Di laut pedalaman ini, pemerintah Indonesia menjamin hak lintas damai kapal-kapal asing. Sebagaimana kita ketahui, laut pedalaman ini dulunya adalah bagian-bagian laut lepas atau laut wilayah dan sudah sewajarnya kita berikan hak lintas damai kepada kapal-kapal asing. Ketentuan yang juga dinyatakan oleh Konvensi Jenewa, dan yang ditegaskan  pula oleh pasal 8 Konvensi 1982. Di  perairan daratan tidak ada hak lintas damai. Ini adalah suatu hal yang wajar karena kedekatannya dengan pantai seperti anak-anak laut, muara-muara sungai, teluk-teluk yang mulutnya kurang dari 24 mil, pelabuhan-pelabuhan, dan lain-lainnya.Sebagai tambahan, pemerintah Indonesia pada tahun 1985 telah meratifikasi UNCLOS III/1982 ini dengan  mengeluarkan UU No 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan  United Nations Convention on the Law of the Sea yang ketiga.
     C. Laut Territorial
            Laut teritorial atau perairan teritorial (bahasa inggris : Territorial sea) adalah wilayah kedaulatan suatu negara pantai selain wilayah daratan dan perairan pedalamannya; sedangkan bagi suatu negara kepulauan seperti Indonesia, Jepang dan Filipina, laut teritorial meliputi pula suatu jalur laut yang berbatasan dengannya perairan kepulauannya dinamakan perairan internal termasuk dalam laut teritorial pengertian kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas laut teritorial serta dasar laut dan tanah di bawahnya dan, kedaulatan atas laut teritorial dilaksanakan dengan menurut ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea) lebar sabuk perairan pesisir ini dapat diperpanjang paling banyak dua belas mil laut (22,224 km) dari garis dasar (baseline-sea).
            wilayah laut dengan batas 12 mil dari titik ujung terluar pulau-pulau di Indonesia pada saat pasang surut ke arah laut. Perlu kalian tahu, bahwa jarak antara satu negara dengan negara lain ada yang tidak terlalu jauh. Bagaimanakah bila dua negara menguasai satu laut yang lebarnya tidak sampai 24 mil? Bila hal itu terjadi maka wilayah laut teritorial ditentukan atas kesepakatan dua negara yang bersangkutan. Batas laut teritorialnya ditentukan dengan garis di tengah-tengah wilayah laut kedua negara yang bersangkutan.
            Pulau yang ada di wilayah Indonesia berjumlah lebih dari 17.500 pulau baik yang besar maupun yang kecil. Dengan banyaknya jumlah pulau menyebabkan Indonesia memiliki garis pantai yang panjang. Panjang garis pantai di Indonesia sejauh 81.000 km dan merupakan salah satu garis pantai yang terpanjang di dunia. Adanya garis pantai yang panjang akan menguntungkan bagi negara itu, sebab kekayaan yang terkandung di dalamnya menjadi hak milik negara. Oleh karena itu, batas-batas wilayah laut di Indonesia yang diakui dunia

     D. Selat
            Selat adalah sebuah wilayah perairan yang relatif sempit yang menghubungkan dua bagian perairan yang lebih besar, dan karenanya pula biasanya terletak di antara dua permukaan daratan. Selat buatan disebut terusan atau kanal. Selat disebut juga Laut Sempit di antara dua daratan. Sedangkan di Indonesia terdapat 26 selat

     E. Kepulauan
            Kepulauan adalah rantai atau gugus kumpulan dari pulau-pulau, kepulauan yang terbentuk tektonik. Kata kepulauan berasal dari Yunani ἄρχι- - arkhi- ("kepala") dan πέλαγος - pelagos ("laut") yang berasal dari rekonstruksi linguistikbahasa Yunani abad pertengahan ἀρχιπέλαγος tepatnya nama untuk Laut Agea dan, kemudian, dalam penggunaan bergeser untuk merujuk pada Kepulauan Aegean atau merujuk pada jumlah kumpulan yang besar pulau-pulau. Sekarang digunakan secara umum yang mengacu pada setiap kelompok besar pulau seperti yang tersebar pada Laut Aegea. 


F. Daftar pulau di Indonesia
            Tahun 1972, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memublikasikan sebanyak 6.127 nama pulau-pulau di Indonesia. Pada tahun 1987 Pusat Survei dan Pemetaan ABRI (Pussurta ABRI) menyatakan bahwa jumlah pulau di Indonesia adalah sebanyak 17.508, di mana 5.707 di antaranya telah memiliki nama, termasuk 337 nama pulau di sungai. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), pada tahun 1992 menerbitkan Gazetteer Nama-nama Pulau dan Kepulauan Indonesia yang mencatat sebanyak 6.489 pulau bernama, termasuk 374 nama pulau di sungai. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Pada tahun 2002 berdasarkan hasil kajian citra satelit menyatakan bahwa jumlah pulau di Indonesia adalah sebanyak 18.306 buah.
            Data Departemen Dalam Negeri berdasarkan laporan dari para gubernur dan bupati/wali kota, pada tahun 2004 menyatakan bahwa 7.870 pulau yang bernama, sedangkan 9.634 pulau tak bernama. Dari sekian banyaknya pulau-pulau di Indonesia, yang berpenghuni hanya sekitar 6.000 pulau. 

    G. Zona Tambahan
Menurut J.G Starke, zona tambahan adalah suatu jalur perairan yang berdekatan dengan batas jalur maritim atau laut teritorial, tidak termasuk kedaulatan negara pantai, tetapi dalam zona tersebut negara pantai dapat melaksanakan hak-hak pengawasan tertentu untuk mencegah pelaggaran peraturan perundang-undangan saniter, bea cukai, fiskal, pajak dan imigrasi di wilayah laut teritorialnya. Sepanjang 12 mil atau tidak melebihi 24 mil dari garis pangkal.
Zona tambahan didalam pasal 24 (1) UNCLOS III dinyatakan bahwa suatu zona dalam laut lepas yang bersambungan dengan laut teritorial negara pantai tersebut dapat melaksanakan pengawasannya yang dibutuhkan untuk:
1.  Mencegah pelanggaran-pelanggaran perundang-undangannya yang berkenaan dengan masalah bea cukai  (customs), perpajakan  (fiskal), keimigrasian (imigration), dan kesehatan atau saniter.
2.  Menghukum pelanggaran-pelanggaran atau peraturan-peraturan perundang-undangannya tersebut di atas.
Didalam ayat 2 ditegaskan tentang lebar maksimum dari zona tambahan tidak boleh melampaui dari 12 mil laut diukur dari garis pangkal. Hal ini berarti bahwa zona tambahan itu hanya mempunyai arti bagi negara-negara yang mempunyai lebar laut teritorial kurang dari 12 mil laut (ini menurut konvensi Hukum Laut Jenewa 1958), dan sudah tidak berlaku lagi setelah adanya ketentuan baru dalam Konvensi Hukum Laut 1982. Menurut pasal 33 ayat 2 Konvensi Hukum Laut 1982, zona tambahan itu tidak boleh melebihi 24 mil laut, dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial itu diukur. Berikut ini beberapa hal guna memperjelas tentang letak zona tambahan itu:
- Pertama,  Tempat atau garis dari mana lebar jalur tambahan itu harus diukur, tempat atau garis itu adalah g aris pangkal.
- Kedua, Lebar zona tambahan itu tidak boleh melebihi 24 mil laut, diukur dari garis pangkal.
- Ketiga,  Oleh karena zona laut selebar 12 mil laut diukur dari garis pangkal adalah merupakan laut teritorial, maka secara praktis lebar zona
tambahan itu adalah 12 mil (24-12) mil laut, itu diukur dari garis atau batas luar laut territorial, dengan kata lain zona tambahan selalu terletak diluar dan berbatasan dengan laut teritorial.
- Keempat,  Pada zona tambahan, negara pantai hanya memiliki yurisdiksi yang terbats seperti yang ditegaskan dalam pasal 33 ayat 1 Konvensi Hukla 1982. Hal ini tentu saja berbeda dengan laut teritorial dimana negara pantai di laut teritorial memiliki kedaulatan sepenuhnya dan hanya dibatasi oleh hak lintas damai.
Sampai saat ini Indonesia belum mengumumkan zona tambahannya maupun memiliki peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penetapan batas terluar, maupun tentang penetapan garis batas pada zona tambahan yang tumpang tindih atau yang berbatasan dengan zona tambahan negara lain. Badan Pembinaan Hukum Nasional dari Departemen Kehakiman dan HAM pernah melakukan pengkajian dan menghasilkan suatu naskah akademik dan RUU tentang Zona Tambahan, namun sampai saat ini belum menjadi Undang-Undang.
Menurut ketentuan Pasal 47 ayat 8 dan 9 dari UNCLOS, garis-garis pangkal yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut harus dicantumkan dalam peta atau peta-peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk menegaskan posisinya. Sebagai gantinya dapat dibuat daftar koordinat geografis titik-titik yang secara jelas memerinci datum geodetik.
Wilayah laut Indonesia dibagi menjadi 3 bagian yakni laut teritorial sejauh 12 mil, Zona Tambahan sejauh 24 mil dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejauh 200 mil, untuk melindungi hak berdaulat atas kekayaan dan yuridiksi yang dimiliki oleh Indonesia terhadap wilayah perairannya maka dibutuhkan suatu peraturan, dalam hal ini peraturan yang mengatur tentang Zona Tambahan, yang mana Indonesia mempunyai Yuridiksi pengawasan di Zona Tambahan untuk mencegah dan menindak pelanggaran Bea Cukai, Imigrasi, Fiskal dan saniter. Zona Tambahan Indonesia adalah perairan yang berdampingan dengan Laut Teritorial Indonesia yang dapat diukur selebar 24 mil laut dari Garis Pangkal Lurus Kepulauan.
Pendapat pakar hukum laut, Hasyim Djalal, mengenai Zona Tambahan (contiguous zone) adalah sepanjang yang berkaitan dengan batas contiguous zone, belum ada satupun batas yang ditetapkan dengan Negara-negara tetangga. Malah Indonesia sampai sekarang belum lagi mengundangkan ketentuannya mengenai zona ini. Walaupun seluruh Negara tetangga Indonesia telah mengundangkannya. Disinilah kelalaian Indonesia yang sangat menonjol. Karena itu sangat penting bagi Indonesia untuk menetapkan ketentuan perundang-undangan mengenai ketentuan contiguous zone ini dan kemudian merundingkan batas-batasnya dengan Negara-negara terkait, khususnya dengan Thailand, Malaysia, Philipina, dan Australia.
Beberapa alternatif penyusunan pengaturan hukum di Zona Tambahan, yakni alternatif pertama dibuatkan undang-undang tersendiri mengenai Zona Tambahan Indonesia, alternatif kedua menyempurnakan RUU tentang Kelautan dengan menambahkan pengaturan-pengaturan hukum tentang Zona Tambahan Indonesia, alternatif ketiga menyempurnakan Undang-undang Nomor 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dengan menambahkan pengaturan hukum tentang Zona Tambahan Indonesia, alternatif keempat menyempurnakan Undang-undang di bidang-bidang Kepabeanan (Bea Cukai), Imigrasi, Perpajakan (fiskal), saniter (kesehatan/karantina) dan cagar budaya, dengan menambahkan pengaturan hukum tentang Zona Tambahan Indonesia, dan alternatif yang kelima menyempurnakan Undang-undang nomor 6 tahun 1996 tentang perairan Indonesia dengan menambahkan pengaturan hukum tentang Zona Tambahan Indonesia.
Alternatif yang paling tepat adalah alternatif kelima yakni menyempurnakan Undang-undang nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia dengan menambahkan pengaturan hukum tentang Zona Tambahan Indonesia, dengan alasan judul pengaturan dalam UNCLOS 1982 adalah: “TERRITORIAL SEA AND CONTIGUOUS ZONE” maka lebih praktis menyempurnakan  Undang-undang nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia dengan menambahkan pengaturan hukum tentang Zona Tambahan Indonesia. Konsep pengaturan hukum di Zona Tambahan Indonesia, yang dibagi kedalam 4 pasal, yaitu pasal 1 ayat (1) di zona yang berbatasan denga Laut Teritorial Indonesia, selanjutnya disebut Zona Tambahan Indonesia, Aparat Penegak Hukum yang berwenang, dapat melakukan pengawasan yang perlu untuk : a. Mencegah pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan, ke fiskalan, keimigrasian, dan kekarantinaan dalam wilayah darat atau wilayah perairan Indonesia, b. Menindak pelanggaran atas peraturan perundang-undangan tersebut dalam huruf a yang dilakukan di dalam wilayah atau laut teritorial Indonesia. Ayat (2) zona tambahan tidak dapat melebihi 24 mil laut diukur dari garis pangkal untuk mengatur lebar Laut Teritorial. Pasal 2 pengangkatan benda purbakala atau benda sejarah dari zona tambahan Indonesia hanya dapat dilakukan dengan ijin pemerintah. Pasal 3 ayat (1) dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 2, pengangkatan dan pemanfaatan kerangka kapal, benda berharga atau muatan kapal yang tenggelam (BMKT) dari zona tambahan, hanya dapat dilakukan dengan ijin pemerintah. Ayat (2) kerangka kapal atau barang berharga asal muatan kapal yang tenggelam sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), yang dalam waktu 30 (tiga puluh) tahun setelah tenggelam tidak diangkat dari dasar laut, dianggap telah ditinggalkan oleh pemiliknya, dan oleh karena itu menjadi milik Negara. Pasal 4 berisi sanksi atas pelanggaran hukum yang berlaku di wilayah Negara Republik Indonesia berlaku terhadap pelanggaran hukum atas ketentuan-ketentuan di zona tambahan Indonesia.
Ada 2 hal yang belum diatur dan membutuhkan peraturan perundang-undangan yakni Zona Tambahan dan Landas Kontinen. Sebaiknya pengaturan hukum zona tambahan dimasukkan kedalam RUU Kelautan yang sedang berjalan di DPR, hal ini dimaksudkan agar pengaturan hukum zona tambahan dapat berjalan dengan menghemat waktu dan biaya,  dibandingkan dengan harus membuat UU sendiri. Banyak pendapat lebih condong untuk memasukan pengaturan hukum zona tambahan kedalam UU ZEE atau RUU kelautan.
Sebagai kesimpulan, mengerucut kepada dua alternatif yakni menyempurnakan RUU Kelautan atau merevisi UU nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
Agar kesepakatan penentuan penambahan pengaturan hukum tentang Zona Tambahan Indonesia dari 2 alternatif terpilih (RUU Kelautan atau UU No.6 th. 1996 tentang Perairan Indonesia), perlu dicermati berdasarkan azas  efektif dan efisien serta target yang harus dicapai pada akhir 2010, mengingat masih terjadinya perdebatan cukup “alot” dari  kementerian dan Institusi terkait  mengenai tindak lanjut RUU Kelautan. Selanjutnya, perlu juga di perhatikan peraturan2 yang sudah ada di seluruh kementerian atau lembaga serta institusi terkait agar tidak terjadi tumpang tindih, tidak bertentangan namun menambah kewenangan.

     H. Landas kontine
Landas kontinen adalah suatu Negara berpantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya yang terletak di laur laut teritorialnya sepanjang merupakan kelanjutan alamiah wilayah daratannya. Jaraknya 200 mil laut dari garis pangkal atau dapat lebih dari itu dengan tidak melebihi 350 mil, tidak boleh melebihi 100 mil dari garis batas kedalaman mencapai 2500.
            Landas Kontinen (BLK) adalah daerah di bawah laut yang meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah dibawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorial sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratan hingga pinggiran laut tepi kontinen, sehingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Garis batas luar kondisi kontinen pada dasar laut, tidak boleh melebihi 350 mil laut dari garis pangkal atau tidak melebihi 100 mil laut dari garis kedalaman (isobath) 2500m, kecuali untuk elevasi dasar laut yang merupakan bagian alamiah tepian kontinen, seperti pelataran (plateau), tanjakan (rise), puncak (caps), ketinggian yang datar ( banks) dan puncak gunung yang bulat (spurs).

    I. Zona Ekonomi Eklusif
            Pada tanggal 21 Maret 1980 Indonesia mengumumkan ZEE. Batas Zona Ekonomi Eksklusif adalah wilayah laut Indonesia selebar 200 mil yang diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia. Apabila ZEE suatu negara berhimpitan dengan ZEE negara lain maka penetapannya didasarkan kesepakatan antara kedua negara tersebut. Dengan adanya perundingan maka pembagian luas wilayah laut akan adil. Sebab dalam batas ZEE suatu negara berhak melakukan eksploitasi, eksplorasi, pengolahan, dan pelestarian sumber kekayaan alam yang berada di dalamnya baik di dasar laut maupun air laut di atasnya. Oleh karena itu, Indonesia bertanggung jawab untuk melestarikan dan melindungi sumber daya alam dari kerusakan.

     J. Laut lepas
            Berdasarkan pasal 86 konvensi PBB tentang hukum laut menyatakan bahwa laut lepas merupakan semua bagian dari laut yang tidak termasuk dalam zona ekonoi eksklusif, dalam laut teritorial atau dalam perairan pedalaman suatu negara, atau dalam perairan kepulauan suatu negara kepulauan. Jadi sesuai definisi ini laut lepas terletak di bagian luar zona ekonomi eksklusif.adapun prinsip hukum yang mengatur rezim dilaut lepas adalah prinisip kebebasan.. oleh karena itu pada dulunya negara-negara anglo-saxon menamai laut lepas itu open sea. Namun demikian prinsip kebebasan ini harus pula dilengkapi dengan tindakan-tindakn pengawasan, kerena kebebasan tanpa pengawasan dapat mengacau kebebasan itu sendiri.

K. Prisip kebebasan di laut lepas
            Secara umum dan sesuai dengan pasal 87 konvensi, kebebasan dilaut lepas berarti bahwa laut lepas dapat digunakan oleh negara manapun. Menurut pasal 87 konvensi tersebut diatas kebebasan-kebebasan tersebut antara lain :
  1. kebebasan berlayar,
  2. kebebasan penerbangan,
  3. kebebasan untuk memasang kabel dan pipa bawah laut, dengan mematuhi ketentuan-ketentuan bab VI konvensi,
  4. kebebasan untuk membangun pulau buatan dan instalasi-instalasi lainnya yang diperbolehkan berdasarkan hukum internasional dengan tunduk kepada babVI,
  5. kebebasan menangkap ikan dengan tunduk pada persyaratan yang tercantum dalam sub bab II,
  6. kebebasan riset ilmiah, dengan tunduk pada bab VI dan bab XIII.
            Kebebasan ini berarti juga bahwa tidak satupun negara yang dapat menundukkan kegiatan apapun di laut lepas di bawah kedaulatannya dan laut lepas hanya dapat digunakna untuk tujuan-tujuan damai sebagaimana yang telah ditetapkan dalam pasal-pasal 88 dan 89 konvensi.
            Sekarang ini penggunaan laut lepas untuk keperluan khusus bersifat nasional seperti percobaan nuklir sering menimbulkan permasalahan dengan keseluruhan kebebasan laut lepas yang telah diakui oleh masyarakat dunia. Dibuatnya suatu parameter yang melarang navigasi kapal-kapal waktu pelaksanaan ujicoba nuklir misalnya mendapat tantangan dari banyak negara karena mengurangi kebebasan dilaut lepas. Kritikan terhadap penggunaan laut lepas untuk ujicoba nuklir tertsebut terutamadidasarkan atas ketentuan pasal 88 dalam konvensi yang menyatakan laut diperuntukan untuk tujuan-tujuan damai. Didirikannya suatu zona terlarang selama berlangsungnya ujicoba tentu saja bertentangan dengan prinsip kebebasan berlayar dan kebebasan terbang diatasnya. Sehubungan dengan ini banyak negara membuat konvensi yang mengharuskan perundang-undangan nasionalnya berisikan ketentuan untuk membayarkan ganti rugi pada negara-negara lain dalam peleksanaan kebebasan –kebebasan tertentu dilaut lepas.

L. Pengawasan di laut lepas
            Pengawasan di laut lepas dirasakan perlu untuk menjamin kebebasan penggunaan laut. Pengawasan ini dilakukan oleh kapal-kapal perang. Pengawasan yang dilakukan di laut lepas tersebut dibagi atas dua bagian yaitu pengawasan umum dan pengawasan khusus.

1 Response to "Rangkuman Penting Hukum Laut Internasional Dan NKRI Harga Mati"